Pages

Banner 468 x 60px

.

24 Apr 2013

Quo Vadis THL TBPP? (Surat Terbuka Kepada Presiden SBY)

4 komentar
S. B. Yudhoyono @SBYudhoyono
Presiden SBY : “Mendengar itu menyempurnakan kepribadian.”
6:45 a. m. Wed, Apr 17
K e p a d a
Yang Mulia Bapak Presiden Republik Indonesia
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
di J a k a r t a
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Teriring salam sejahtera serta harapan dan do’a semoga Bapak Presiden dan Ibu Negara – beserta Putera-Putera, Puteri-Puteri Menantu dan Cucu-Cucu Tercinta – senantiasa dalam keadaan sehat wal afiat dan selalu dalam lindungan dan rahmat-NYA sehingga dapat lancar beraktivitas sesuai agenda yang telah direncanakan. Aamiin Ya Rabbal alamin
Sebenarnya sudah lama terbersit keinginan untuk mengirim ‘surat curhat’ ini kepada Bapak sebagai Pemimpin Tertinggi dalam Struktur Lembaga-Lembaga Kenegaraan di mana Negara merupakan tempat bernaung secara konstitusional bagi segenap komponen warga bangsa. Dalam konteks demikian maka Negara pun merupakan tempat jujukan pengaduan bilamana ada sebagian anak bangsa memiliki sejumput aspirasi dan harapan. Akan tetapi secara ‘psikologis perorangan’ ternyata sangat tidak mudah. Saya harus mencicil (baca : mengumpulkan) sedikit demi sedikit potongan-potongan nyali untuk dipadukan secara utuh, merangkum dan menyempurnakan bahan-bahan semampu saya, lalu bersabar mencermati dan menunggu saat yang tepat untuk melaksanakannya. Alhamdulillah, momen itu akhirnya tiba ketika Bapak Presiden secara resmi membuka akun di media sosial Twitter. Kesimpulan sederhana saya adalah apabila seseorang telah membuka akun di media sosial maka artinya yang bersangkutan telah menyediakan diri untuk berinteraksi secara terbuka dengan segenap ‘warga penghuni’ media sosial tersebut. Karena itulah pada saat Bapak benar-benar membuka akun resmi Twitter beberapa hari yang lalu, sayapun bulat mengartikan bahwa Bapak Presiden telah siap membuka diri untuk berinteraksi – tentunya dalam kaidah dan etika berkomunikasi santun dan bertanggung jawab – dengan warga penghuni Negeri Twitter, termasuk dengan saya sebagai salah satu dari 1.409.827 pemilik akun Twitter yang menjadi pengikut akun Twitter Bapak Presiden (catatan angka pengikut per hari Minggu, 21 April 2013 – 15:07 WIB). Akhirnya saya berketetapan hati untuk mewujudkan niat lama yang tertunda ini : berkirim surat kepada RI-1 untuk menyampaikan sedikit aspirasi dan harapan.
Bapak Presiden, saya adalah salah satu dari 23.000 ribu lebih personil Tenaga Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (TBPP) yang tersebar dan bekerja di seantero wilayah Nusantara. Sehari-hari bertugas mendampingi dan berinteraksi dengan para petani di wilayah binaan masing-masing. Dalam konteks keseluruhan THL TBPP, saya akan menggunakan kata kami pada penuturan selanjutnya.
Kecuali bagi Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani binaan dan pihak-pihak terkait, kami mengakui keberadaan THL TBPP belum begitu dikenal pada lingkup masyarakat luas. Yang mungkin terjadi adalah dalam anggapan mereka, kami THL TBPP ini adalah bagian dari Penyuluh Pertanian PNS karena tupoksi, kewenangan pelaksanaan tugas dan penampilan antara keduanya tidak ada perbedaan. Padahal sesungguhnya status kami adalah Tenaga Penyuluh Pertanian Kontrak.
Jika pada umumnya masyarakat belum mengenal status kami, tentu tidak demikian dengan Bapak Presiden. Dalam catatan kami, Bapak pernah menerima perwakilan THL TBPP Angkatan I (2007) di Istana Bogor pada awal tahun tersebut dalam rangka pelepasan mereka secara simbolis untuk mulai melaksanakan tugas-tugas di lapangan. Oleh karena itu kami tetap yakin bahwa THL TBPP telah tertulis dalam lembar-lembar catatan Bapak, meskipun mungkin saja lembar-lembar itu saat-saat ini sedang terselip.
Sejujurnya pada awal kami direkrut dan memulai tugas, muncul ekspektasi yang tinggi di internal kami bahwa pada saatnya nanti akan ada kebijakan yang memperjelas status kepegawaian kami dari status Tenaga Kontrak Penyuluh Bantu menjadi Penyuluh Pertanian dengan status penuh dan bersifat pegawai tetap. Ekspektasi ini kian menguat pada saat acara Jambore Penyuluh Nasional di Cibodas pada tahun 2008. Bapak Presiden yang berkesempatan hadir pada saat sesi dialog memberikan arahan lisan kepada Menteri Pertanian dan Menteri PAN (sekarang MenPAN-RB) untuk mengatur sebaik-baiknya penyelesaian status bagi THL TBPP.
Kini 6 (enam) tahun sudah berlalu sejak Angkatan I dari kami direkrut pada tahun 2007 atau 7 (tujuh) tahun setelah Undang-Undang No. 16 tentang Sistem Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) diterbitkan pada tahun 2006 maupun 8 (delapan) tahun sejak gegap gempita tekad besar Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) dicanangkan pada tahun 2005. Hampir sepanjang rentang waktu ini kami THL TBPP telah bahu membahu saling mendukung dan bersama Penyuluh Pertanian PNS untuk mengawal program-program pembangunan pertanian di pedesaan dari sisi pendekatan pengawalan dan pendampingan petani (Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani). Konkretnya 3 (tiga) tahun kami telah bersama pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I, 2007 – 2009 dan kebersamaan itu dilanjutkan pada periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, 2010 -2013. Sejenak kami berhenti sambil merenung pada titik waktu saat ini, yakni kurang dari 2 (dua) tahun menjelang tutup tahun pemerintahan KIB II ini yakni pada tahun 2014. Kementerian Pertanian sebagai induk dan pusat pengelola penyelenggaraan kegiatan kami – melalui statemen para Pejabat Tingginya – memang pernah menjamin bahwa kami tetap akan dikontrak hingga tahun anggaran 2014. Tapi tidak ada yang menjamin dengan pasti bagaimana kelanjutan kegiatan kami setelah tahun tersebut. Satu hal yang belum kami lakukan adalah bertanya secara resmi dan langsung kepada Bapak Presiden sebagai Kepala Pemerintahan KIB II.
Bapak Presiden, terus terang pada saat ini ada ‘keresahan kolektif’ bersemayam di dada para THL TBPP se-Indonesia dalam menyikapi ketidakpastian kebijakan periode pemerintahan baru pasca Pemilu 2014 nanti. Namun bukan berarti kami diam berpangku tangan. Sejak awal – pada sekitar tahun 2008/2009 – komunitas THL TBPP se-Indonesia secara sadar menghimpun diri dalam organisasi komunitas bernama FORUM KOMUNIKASI (FK) THL TBPP pada jenjang nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Lewat FK THL TBPP ini serangkai upaya telah, sedang dan akan terus kami lakukan demi tercapainya kejelasan status kepegawaian THL TBPP. Meskipun sampai sejauh ini belum ada hasil berupa titik terang yang pasti, kami tetap meneguhkan tekad, memelihara dan memupuk optimisme sambil secara berkala mengevaluasi dan memperbaharui cara-cara pendekatan kami. Sungguh kami merasa bahwa kami telah melalui rangkaian rute perjalanan berat, sulit dan berliku. Teman-teman kami para pegiat FK THL TBPP semua tingkatan siap menjadi saksi atas pernyataan ini. Dalam hal ini bukan kami bermaksud mengeluh, melainkan kami sangat memfavoritkan dan menggaris bawahi salah satu Tweet Bapak Presiden :
S. B. Yudhoyono @SBYudhoyono
“Tidak pernah ada jalan yang mudah dan lunak untuk mencapai cita-cita yang besar. Mari terus berjuang dan bekerja keras.
*SBY* 6:03 a.m. Thu, Apr 18
Kami sepaham dan sepakat dengan esensi dan substansi “kicauan” tersebut dalam konteks proses yang umumnya terjadi secara alamiah, tapi tentu bukan dalam konteks yang sering diplesetkan oleh candaan ‘publik’ – kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah ?
Mengapa kami tetap bertahan, padahal mungkin oleh sebagian kalangan kami dianggap ngotot atau dalam ungkapan lain ’bermimpi’ ? Tidak lain karena kami yakin – HAQQUL YAQIN – dengan 2 (dua) dasar : 1. Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 (UUSP3K), pada Ketentuan Jenis Penyuluh dan Pasal 20 ayat 2 beserta Penjelasannya, dan 2. Pasal 16 A Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, yang jejak aliran kebijakannya dapat kami telusuri dan ikuti hingga peraturan pelaksana setingkat Peraturan Menteri.
Ketentuan dan Pasal terkait UUSP3K di atas telah mengamanatkan serta mengarahkan kebijakan pengangkatan dan penempatan Penyuluh PNS kemudian menekankan secara khusus dalam Penjelasannya bahwa pengangkatan Penyuluh PNS harus menjadi prioritas oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mencukupi kebutuhan tenaga Penyuluh PNS.
Pada sisi lain Pasal 16 A Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 sangat jelas mengamanatkan pengangkatan langsung menjadi PNS bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional demi memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Proses seleksi yang mengatur mekanisme pengangkatan langsung tersebut merujuk pada ketentuan dasar bahwa mereka dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara.
Bagi THL TBPP, yang sejarah perekrutannya tidak bisa dipisahkan dari rangkaian pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK), pemenuhan amanat UUSP3K dan implementasi Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, cukup memiliki sejumlah fakta bahwa kami telah memenuhi ketentuan dasar Pasal 16 A Undang-Undang No. 43 Tahun 1999. Karena itu wajar jika kami meyakini bahwa THL TBPP adalah salah satu pewaris sah Pasal penting tersebut.
Masalahnya kemudian, pada peraturan pelaksana setingkat Peraturan Pemerintah kesempatan kami terhalang kriteria yang tidak relevan karena tidak berbasis perkembangan kondisi obyektif dinamika perekrutan tenaga-tenaga tertentu yang dibutuhkan oleh Negara tetapi perekrutannya terjadi setelah tahun 2005. Sebagai catatan, THLTBPP direkrut pada rentang waktu tahun 2007 – 2009. Pada titik inilah kami mempertanyakan ketentuan pada kategori ke-4 Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012 yakni Pasal 5 ayat 4 yang mengurai batas usia dan masa kerja berdasarkan patokan waktu statis yakni per 1 Januari 2006 , yang kemudian menghalangi kami untuk bisa masuk pengaturan pengangkatan langsung menjadi PNS melalui mekanisme KEPRES sebagaimana dijabarkan secara teknis pada Lampiran Permenpan No. 233 Tahun 2012. Bagi kami yang terpenting untuk digarisbawahi adalah ketentuan dasar kategori ke-4 PP No. 56 Tahun 2012 yang menyebut tenaga-tenaga tertentu yang dibutuhkan oleh Negara tapi tidak tersedia atau tidak cukup tersedia (masih kekurangan) di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Fakta bahwa kami yang direkrut sejak tahun 2007 dan sampai tahun anggaran 2013 tetap dipekerjakan serta akan tetap diproyeksikan pada tahun anggaran 2014 tentu merupakan bukti nyata bahwa kami memenuhi kriteria sebagai tenaga-tenaga tertentu yang dibutuhkan atau diperlukan oleh Negara tersebut karena kekurangan tenaga Penyuluh Pertanian PNS.
Bapak Presiden, tentu bukan pada tempatnya apabila kami berpanjang lebar unjuk ketentuan Pasal-pasal PP lebih detil ke hadapan Bapak. Pada intinya kami hanya ingin menyampaikan pandangan bahwa perlu peninjauan kembali terhadap beberapa ketentuan yang menyangkut batasan kategori ke-4 (kategori selain K I, K II dan Dokter pada daerah terpencil). Dalam hubungan ini kami menyambut baik dan mendukung sepenuhnya esensi dukungan PERHIPTANI (Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia) kepada THL TBPP lewat Surat yang dikirim kepada MenPAN-RB tertanggal 20 Maret 2013 dimana salah satu poin usulannya adalah :
“Mengangkat THL TBPP yang memiliki persyaratan menjadi CPNS dengan payung hukum PP atau melakukan pengangkatan baru dengan memprioritaskan THL TBPP”
Kami sangat berterima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada PERHIPTANI atas prakarsa usulan tersebut. Kami merasa bahwa PERHIPTANI berada dalam frekuensi yang sama dengan THL TBPP dalam hal perlunya THL TBPP diproyeksikan menjadi Penyuluh Pertanian PNS demi menjaga dan memastikan kesinambungan generasi Penyuluh Pertanian. Namun demikian realitanya adalah jika PP No. 56 Tahun 2012 masih dalam bentuk yang utuh seperti saat ini, maka tidak ada seorangpun diantara kami yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi PNS karena ketentuan Pasal 5 ayat 4.
Maka jalan tempuh yang mungkin untuk dilakukan guna memenuhi usulan tersebut adalah dengan merevisi ketentuan terkait yang menjadi penghalang bagi THL TBPP atau merancang mekanisme pengangkatan baru yang memprioritaskan terakomodasinya THL TBPP.
Bapak Presiden, bagaimanapun kami harus bersikap proporsional. Pada satu sisi kami wajib bersyukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa dan berterima kasih serta memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pemerintah di bawah kepemimpinan Bapak sejak KIB I hingga saat ini, karena telah memberi kesempatan kepada kami – 23.000 THL TBPP se-Indonesia untuk mengabdi pada proses pengawalan program-program pembangunan pertanian. Namun pada sisi lain kami tetap perlu mendorong aspirasi ini demi memperkuat kesatuan dan kesinambungan komponen penyuluh pertanian Indonesia.
Kami tidak pernah bermaksud hendak berhadap-hadapan dengan KemenPAN-RB, Kementan, BKN dan Kemendagri apalagi dengan Lembaga Kepresidenan. Tapi yang kami inginkan adalah adanya kesamaan cara pandang terhadap problem status kepegawaian yang kami hadapi. Maka apapun bentuk penyampaian aspirasi yang mungkin akan kami lakukan lewat agenda resmi Forum Komunikasi THL TBPP pada dasarnya hanyalah dan tetaplah bertitik tolak dari 2 (dua) dasar hulu kebijakan di atas yakni Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 (Ketentuan Jenis Penyuluh dan Pasal 20 ayat 2 beserta penjelasannya) serta Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 (Pasal 16 A).
Ijinkan kami mengibaratkan Pemerintah di bawah kepemimpinan Bapak Presiden sebagai busur kebijakan yang tengah membidikkan kami THL TBPP sebagai anak panah ke arah titik bidang sasaran tertentu. Kami sangat mengharapkan agar bidikan itu diarahkan pada titik terbaik dan tepat serta dilakukan sebelum periode pemerintahan KIB II ini usai. Kami sungguh sangat tidak berharap periode ini terlewati tanpa kepastian kebijakan apapun bagi kami. Bagaimanapun – jika hal demikian yang terjadi - maka publik akan menilai bahwa pada akhirnya kami THL TBPP hanyalah merupakan produk kebijakan yang terbengkalai alias tanpa penyelesaian akhir yang semestinya.
Tetapi kami yakin dan berharap pada satu hal, sebagaimana ditegaskan oleh Presiden Amerika Serikat ke-33 Harry S Truman (1945 – 1953) : “semua urusan selesai di meja Presiden”. Bapak Presiden lah tumpuan harapan terakhir kami, 23.000 THL TBPP se-Indonesia di bawah perkenan dan ridha Allah SWT.
Bapak Presiden, demikian tutur cerita cukup panjang yang dapat kami sampaikan pada Bapak. Mohon maaf apabila di dalamnya banyak terselip untai kata yang kurang sepatutnya. Kami berharap dan ikut berdo’a dengan tulus agar KIB II di bawah kepemimpinan Bapak Presiden dapat menyelesaikan agenda-agenda pemerintahan dengan tuntas dan sempurna hingga akhir periode pemerintahan.
Tidak lupa kami mengucapkan Selamat Hari Kartini kepada Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono, Para Puteri Menantu, Cucu Tercinta “Kartini Kecil” Almira Tungga Dewi Yudhoyono, Ibu-Ibu/Istri-Istri Menteri KIB II, Para Wanita Indonesia seluruhnya tanpa kecuali, Ibu-Ibu kami tercinta, Saudara-Saudara Perempuan kami tercinta, Istri-Istri dan Anak-Anak Perempuan kami tercinta serta tentu saja rekan-rekan kami Para Srikandi THL TBPP yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Sangat relevan kiranya semboyan Hari Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang” untuk diucapkan pada saat ini sebagai bentuk dukungan demi terwujudnya sebuah harapan bagi masa depan yang lebih baik.
Sekian.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakutuhu
Bumi Nusantara, 21 April 2013
Salam Takzim
NUR SAMSU
THL TBPP 2008
Tembusan
Kepada Yth :
1. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di Jakarta
2. Menteri Pertanian di Jakarta
3. Menteri Dalam Negeri di Jakarta
4. Badan Kepegawaian Negara di Jakarta
5. Ketua Badan Koordinasi Penyuluhan Nasional di Jakarta
6. Ketua Umum PERHIPTANI di Jakarta
7. Ketua Umum Forum Komunikasi THL TBPP Nasional di Jakarta

Read more...

Delapan Fakta tentang THL TBPP

3 komentar
Pengantar

Sebagai bagian dari strategi umum perjuangan, pendekatan pembangunan opini di media merupakan salah satu komponen upaya yang sangat penting. Oleh karena itu FK THL TBPP Nasional menyambut baik dan mendukung penuh rekan-rekan yang menempuh jalan tersebut dengan mengirimkan tulisan-tulisan opini baik dimedia online maupun media cetak.

Kami mengundang rekan-rekan sekalian untuk berkontribusi mengisi rubrik catatan akun resmi FK THL TBPP Nasional dengan opini seputar pendekatan kebijakan mengenai status THL TBPP, pandangan tentang masa depan penyuluhan pertanian, maupun hasil reportase dan kajian evaluasi tentang program-program yang telah dikerjakan di lapangan.

Kirimkan Opini Anda ke :

Pedang Nusantara – Email : thl_noesa56@yahoo.co.id

Tulisan akan dimuat di rubrik Catatan Akun Fanpage FK THL TBPP Nasional dengan tetap mencantumkan Sumber (Penulisnya). Untuk edisi awal kami akan menurunkan 2 (dua) tulisan yang pernah dimuat di media online Kompasiana.

DELAPAN FAKTA TENTANG THL TBPP

Apa, Siapa dan Bagaimana THL TBPP ?

THL TBPP adalah singkatan dari Tenaga Harian Lepas (THL) Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (TBPP). THL TBPP adalah tenaga kontrak penyuluh pertanian yang direkrut oleh Pemerintah Pusat yakni Kementerian Pertanian RI sejak tahun 2007 – 2009 dan mayoritas tetap bekerja hingga saat ini. Jumlah THL TBPP seluruh Indonesia – menyebar ke desa-desa di seantero Nusantara – adalah sebanyak 23.000 personil. Jika dihitung dari awal perekrutan maka para penyuluh kontrak ini telah mengabdi pada tugas-tugas negara selama 6 tahun lebih bagi THL TBPP Angkatan I (2007), 5 tahun lebih bagi THL TBPP Angkatan II (2008) dan 4 tahun lebih bagi THL TBPP Angkatan III (2009).

Sebagai petugas yang direkrut oleh Pusat dan diperbantukan pada instansi penyuluhan pertanian di daerah Kabupaten/Kota para penyuluh kontrak ini menjalankan tupoksi serta mendapatkan kewenangan dalam menjalankan tugas yang sama dengan penyuluh pertanian PNS. Seragam yang digunakannya pun sama dengan seragam penyuluh pertanian PNS. Dengan demikian di banyak (mayoritas) tempat mereka mungkin dikenal oleh masyarakat, khususnya petani sebagai penyuluh pertanian PNS. Dari penjelasan ini masuk akal jika kemudian THL TBPP kurang dikenal di tengah masyarakat pedesaan khususnya petani dalam hal nama, padahal mungkin saja sehari-hari mereka berinteraksi intens dengan para penyuluh kontrak ini.

Beberapa Fakta tentang THL TBPP

1.      Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) memuat ketentuan tentang batasan dan jenis penyuluh yakni Penyuluh PNS, Penyuluh Swasta dan Penyuluh Swadaya.

Fakta 1 : THL TBPP bukan Penyuluh Swasta dan Penyuluh Swadaya karena penyelenggaraan, tata kelola serta honor dan BOP THL TBPP berasal dari pos APBN.

Fakta 2 : THL TBPP bukan Penyuluh PNS karena THL TBPP bukan pegawai tetap melainkan tenaga kerja berstatus kontrak. Namun demikian THL TBPP menjalankan tupoksi dan memiliki kewenangan yang sama dengan Penyuluh PNS dalam melakukan pengawalan program dan pendampingan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani binaan.

2.      Pasal 20 ayat 2 UUSP3K beserta penjelasannya memberikan arahan tentang pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS sekaligus memberikan penekanan khusus bahwa pengangkatan dan penempatan penyuluh PNSharus menjadi prioritas Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyuluh PNS.

Fakta 3 : THL TBPP direkrut dalam jumlah awal sekitar 25.000 orang pada 3 (tiga) gelombang perekrutan untuk memenuhi kekurangan tenaga Penyuluh PNS yang jumlahnya terus menyusut secara signifikan sejak tahun 1999 hingga tahun 2007.

3.      Pasal 16 A ayat 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan Nasional.

Fakta 4 : THL TBPP bekerja pada instansi yang membidangi penyuluhan pertanian dengan tupoksi mengawal program pembangunan pertanian melalui pembinaan dan pendampingan kegiatan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani di wilayah desa binaan masing-masing.

4.      Konsideran menimbang diktum huruf a PP No. 48 Tahun 2005 menyebutkan “bahwa untuk kelancaran pelaksanaan sebagian tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, terdapat pejabat instansi pemerintah mengangkat tenaga tertentu sebagai tenaga honorer”.

Fakta 5 : Kementerian Pertanian RI merekrut sekitar 25.000 THL TBPP se-Indonesia dan dalam menjalankan tupoksinya diperbantukan pada Pemerintah Kabupaten/Kotac.q Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menangani penyuluhan pertanian.

5.      Konsideran menimbang diktum huruf b PP No. 48Tahun 2012 menyebutkan “bahwa tenaga honorer yang telah lama bekerja DAN ATAU tenaganya sangat dibutuhkan oleh Pemerintah dan memenuhi syarat yang ditentukan dalam PP ini dapat diangkat menjadi CPNS.

Fakta 6 : Bahwa hingga saat ini THL TBPP telah bekerja 6 tahun bagi THL TBPP Angkatan I, 5 tahun bagi THL TBPP Angkatan II, dan 4 tahun bagi THL TBPP Angkatan III.

Fakta 7 : Pembaharuan atau perpanjangan kontrak setiap tahun berdasarkan rekomendasi SKPD Penyuluhan Pertanian Kabupaten/Kota sekaligus menunjukkan tenaga penyuluh kontrak ini sangat dibutuhkan oleh Pemerintah untuk menjalankan tupoksi sebagaimana dilakukan oleh Penyuluh PNS.

6.      Konsideran menimbang diktum huruf a PP No. 43 Tahun 2007 menyebutkan “bahwa berdasarkan hasil evaluasi atas pelaksanaan PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS, beberapa ketentuan mengenai batas usia dengan masa kerja, proses seleksi dan ketentuan lainnya, belum dapat menyelesaikan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS

Fakta 8 : Masa kerja THL TBPP dimulai sejak tahun 2007 bagi THL TBPP Angkatan I, tahun 2008 bagi Angkatan II dan tahun 2009 bagi THL TBPP Angkatan III.  Karena awal masa kerja sebagaimana tersebut di atas inilah maka THL TBPP tidak terjaring dalam kelompok Tenaga Honorer Kategori I, meskipun pembiayaan honor dan BOP nya berasal atau bersumber dari dana APBN

7.      Konsideran menimbang diktum huruf b PP No. 43 Tahun 2007 menyebutkan “bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu mengubah beberapa ketentuan dalam PP No. 48 Tahun 2005 dengan PP.

Kebutuhan : Perlu mengubah atau merevisi beberapa ketentuan di dalam PP No. 56 Tahun 2012 agar bisa akomodatif terhadap terhadap keberadaan THL TBPP, baik menyangkut batasan kategori maupun kriteria batas usia dan masa kerjanya dengan titik tolak awal tahun bekerja atau saat direkrut sebagai THL TBPP.

Aspirasi : Perubahan sebagaimana diuraikan pada term Kebutuhan di atas selanjutnya diharapkan dan didorong agar dapat mengantar THL TBPP untuk dapat diangkat menjadi Penyuluh Pertanian PNS melalu mekanisme Kepres sebagaimana dijabarkan pada Bagian Lampiran Permenpan No. 233 Tahun 2012.     

Relevansi Dukungan PERHIPTANI Pusat

Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (PERHIPTANI) adalah organisasi profesi resmi bagi penyuluh pertanian Indonesia. Kepengurusan DPP PERHIPTANI yang baru telah menyelenggarakan RAKERNAS X pada tanggal 19 – 21 Pebruari di Jakarta. Rakernas yang mengusung Tema “Peran PERHIPTANI dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan, Kemandirian Pangan dan Kedaulatan Pangan” ini telah menghasilkan 15 butir Rumusan Hasil Rakernas.

Di antara ke-15 butir rumusan tersebut terdapat 2 butir rumusan yang terkait langsung dengan kelanjutan dan nasib THL TBPP ke depan,yakni rumusan pada butir 12 dan 13.

Butir 12 : Mempertegas status THL TBPP terkait dengan klasifikasi penyuluh sesuai UU No. 16/2006 (Penyuluh PNS, Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta)

Butir ini sejalan dengan alur pikir yang dirumuskan di dalam skema perjuangan terkini THL TBPP, bahwa klasifikasi 3 jenis penyuluh pertanian tersebut cukup untuk menjadi salah satu dasar pemikiran yang dapat mendorong, memperjelas dan memproyeksikan posisi THL TBPP pada status yang tepat.

Di antara ke-3 jenis penyuluh pertanian tersebut dari berbagai segi, THL TBPP lebih dekat habitatnya dengan posisi Penyuluh Pertanian PNS karena tupoksi dan kewenangan yang sama serta sumber pembiayaan honor dan BOP nya yang sama-sama berasal dari pos APBN. Sementara karakteristik  kegiatan Penyuluh Swasta dan Swadaya lebih banyak bersifat partisipatif.

Butir 13 : Mengusulkan agar Tenaga Harian Lepas –Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP) yang memenuhi persyaratan agar dapat diangkat menjadi CPNS dengan payung hukum Peraturan Pemerintah dan melaksanakan rekrutmen Penyuluh Pertanian yang baru.

Sebagai tindak lanjut dari rumusan butir 3 bersama rumusan yang terkait dengan Batas Usia Pensiun Penyuluh Pertanian PNS dan Percepatan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian PNS, maka PERHIPTANI telah mengirimkan Surat kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mendorong kebijakan di antaranya :

Mengangkat THL TBPP yang memiliki persyaratan menjadi CPNS dengan payung hukum PP atau melakukan pengangkatan baru dengan memprioritaskan THL TBPP

Catatan :

Surat PERHIPTANI terkait usulan tersebut bernomor :27/ADM?PERHIPTANI/III/2013, 20 Maret 2013

Kita patut berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada PERHIPTANI atas dukungan kepada THL TBPP dan dorongannya kepada KemenPAN-RB agar status kepegawaian THL TBPP diperjelas atau diprioritaskan dalam pengangkatan Penyuluh Pertanian PNS.

Meski demikian tetap perlu ada catatan dari rumusan usulan tersebut. Jika PP yang menjadi rujukan adalah PP No. 56 Tahun 2012 maka sampai saat ini tidak ada satu personil pun dari 23.000 ribu THL TBPP se-Indonesia yang memenuhi syarat karena terbentur batas usia dan masa kerja yang dipatok per 1 Januari 2006. Oleh karena itu untuk dapat memenuhi usulan PERHIPTANI di atas maka satu-satunya jalan adalah merevisi beberapa ketentuan di dalam PP No. 56 Tahun 2012 khususnya Pasal 5 ayat 4. Hal ini sejalan dengan semangat dan substansi aspirasi THL TBPP dalam menyikapi perkembangan terakhir arah kebijakan Pemerintah di dalam menangani tenaga-tenaga yang memenuhi ketentuan Pasal 16 A ayat 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.

Semoga ada tanggapan positif dari pihak KemenPAN-RB yang tentunya perlu dikawal lebih lanjut oleh agenda versi THL TBPP sendiri.

Para Kafilah tetaplah maju melintasi padang gersang untuk mencapai oase harapan. 

Sumber : Rubrik Birokrasi - Opini Kompasiana, 17 April 2013

Penulis   : Nur Samsu - THL TBPP Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Read more...

9 Apr 2013

PETA JALAN PERJUANGAN THL TBPP

2 komentar
Potret Perjalanan Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian, THL TBPP Menuju Kejelasan Status Kepegawaiannya

Pengantar

Memasuki tahun anggaran 2013 bagi para THL TBPP ibarat pengelana yang telah menempuh perjalanan cukup jauh. Banyak pengalaman dan suka duka yang telah dijalani dan dirasakan yang kesemuanya mesti dianggap dan dimaknai positif bagi sebuah proses pembentukan jati diri komunitas. Sebuah perjalanan – apalagi dengan rute yang panjang – tak ubahnya seperti lika liku perjalanan aliran sungai.

Anak-anak sungai itu seperti seseorang atau barisan orang-orang yang berjalan menurun menyusuri lekuk bentang perbukitan. Adalah karakter dasar kumpulan air untuk mengalir menuju (dan mencari) tempat-tempat yang lebih rendah. Kadang ia mengalir datar dan lurus, seringkali berkelok mengikuti liukan relief atau kontur permukaan bumi. Dari perbukitan pegunungan anak-anak sungai itu bertemu sesamanya di lembah ngarai lalu menyatu dalam aliran yang lebih besar dan disebut cabang-cabang sungai. Berikutnya cabang-cabang sungai ini membentuk aliran yang lebih besar lagi dan disebut sungai utama. Sungai-sungai utama inilah yang mengalir melintasi hamparan luas membentang untuk kemudian tiba di muara tepian laut.

Fenomena aliran sungai di atas telah dilukiskan dalam cita rasa seni yang apik oleh Sang Maestro penggubah lagu, mendiang Gesang untuk mengilustrasikan komposisi lagu Bengawan Solo. Kepopuleran lagu ini jauh melampaui panjang fisik sungai yang dilukiskan, bahkan terbang tinggi melintasi batas-batas negeri nusantara. Berikut cuplikan syairnya :

mata airmu dari Solo
terkurung gunung seribu
air meluap sampai jauh
dan akhirnya ke laut

itu perahu
riwayatnya dulu
kaum pedagang selalu
naik itu perahu


Lalu apa hubungan antara aliran sungai dengan proses kebijakan yang menjadi judul tulisan ini ? Ibarat sungai yang mengalir, sebuah produk kebijakan tidak serta merta lahir berdiri sendiri. Ibarat aliran sungai yang berawal dari titik-titik hulu, sebuah produk kebijakan pun memiliki hulu dan aliran proses kebijakan berupa dasar hukum peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebuah produk kebijakan pasti memiliki makna penting bahkan bisa menyangkut soal hidup mati pihak-pihak yang terkait dalam pengaturan kebijakan tersebut.

Salah satu produk kebijakan yang dikeluarkan pada awal periode Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I adalah perekrutan sekitar 25.000 (dua puluh lima ribu) tenaga kontrak penyuluh pertanian oleh Pemerintah Pusat c.q Kementerian Pertanian yang disebut Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP) pada rentang waktu tahun 2007 – 2009. Perekrutan petugas dalam jumlah besar ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan atau kebutuhan penyuluh pertanian PNS di daerah yang jumlahnya mengalami stagnasi, bahkan cenderung menyusut, pasca diterapkannnya kebijakan otonomi daerah sejak tahun 2001.

Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP)

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya THL TBPP adalah penyuluh pertanian berstatus kontrak yang direkrut Pemerintah Pusat (Kementerian Pertanian) namun dalam menjalankan tupoksinya diperbantukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota c.q satuan kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang membidangi penyuluhan pertanian. Singkatnya pengangkatan penyuluh kontrak ini oleh Pusat berdasar Surat Edaran Menpan dan SK Mentan yang diperbaharui tiap tahun anggaran sedang untuk penempatannya di daerah berdasarkan SK pejabat daerah yang berwenang atau SP pimpinan satuan kerja (SKPD) yang membidangi penyuluhan pertanian di kabupaten/kota. Berdasarkan SK atau SP penempatan tersebut THL TBPP menjalankan tugas dengan kewenangan yang sama dengan penyuluh pertanian PNS dalam pembinaan dan pendampingan kelompok tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di desa-desa wilayah binaannya. Meskipun masa kontrak maksimal tiap tahun anggaran adalah 10 (sepuluh) bulan, mayoritas THL TBPP tetap bekerja pada 2 (dua) bulan tersisa dan pembayaran honor pada bulan-bulan di luar kontrak Pusat ini tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat.

Hingga awal tahun anggaran 2013 para penyuluh kontrak ini telah mengabdi pada tugas-tugas pengawalan program pemerintah selama 6 (enam) tahun untuk THL TBPP Angkatan I (2007), 5 (lima) tahun untuk THL TBPP Angkatan II (2008), dan 4 (empat) tahun untuk THL TBPP Angkatan III (2009). Kini, dengan berbekal masa pengabdian tersebut para THL TBPP berharap ada kebijakan konkret dari Pemerintah Pusat untuk menaikkan status THL TBPP dari tenaga penyuluh kontrak menjadi pegawai tetap pemerintah di bidang penyuluhan pertanian (penyuluh pertanian PNS). Terkait hal ini, Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin keinginan dan harapan THL TBPP sebagai warga negara menyangkut terpenuhinya hak-hak dalam bekerja sebagai berikut : 1. Pasal 27 ayat (2) menyatakan, “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. 2. Pasal 28 D ayat (2) menyebut, “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Atas dasar konsepsi konstitusional inilah para THL TBPP secara sadar menata perjuangan untuk mendapatkan kepastian status kepegawaiannya menjadi pegawai tetap pemerintah di bidang penyuluhan pertanian (penyuluh pertanian PNS).

Personil THL TBPP secara nasional hingga bulan Agustus 2012 berjumlah 23.216 orang dan tersebar di seluruh wilayah NKRI. Sejalan dengan landasan konstitusional lainnya yakni Pasal 28 C ayat (2) bahwa “setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara”, maka para THL TBPP se-Indonesia ini secara sadar pula menghimpun dirinya dan membentuk organisasi komunitas dengan nama Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (FK THL TBPP) pada lingkup nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Kembali pada filosofi aliran sungai di atas, muncul pertanyaan : pada hulu kebijakan apa perjuangan THL TBPP ini merujuk ?   

Hulu Aliran Kebijakan I : Undang-Undang No. 16 Tahun 2006

Setelah Pemerintah mencanangkan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) pada tahun 2005, maka tahun berikutnya terbit Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K). Dalam kerangka Undang-Undang ini kelembagaan penyuluhan terdiri dari kelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan pelaku utama dan kelembagaan penyuluhan swasta yang dikoordinasikan secara paralel pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota serta kecamatan. Lebih lanjut ditetapkan 3 (tiga) jenis penyuluh yaitu penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh swasta.

Sementara itu berdasarkan data Kementerian Pertanian, keragaan tenaga penyuluh pertanian menunjukkan penurunan jumlah yang signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat dalam data Kementan bahwa jumlah pernyuluh pertanian pada tahun 1999 adalah sebanyak 37.636 orang, tahun 2001 sebanyak 33.659 orang, tahun 2005 sebanyak 25.708 orang ditambah penyuluh tenaga honorer sebanyak 1.634 orang dan pada tahun 2007 sebanyak 24.908 orang.

Demi memenuhi amanat UUSP3K dan penjabaran program revitalisasi penyuluhan pertanian, maka Pemerintah Pusat (Kementerian Pertanian) melakukan perekrutan sekitar 6000 THL TBPP pada tahun 2007, sekitar 10.000 THL TBPP pada tahun 2008, dan sekitar 10.000 THL TBPP pada tahun 2009. Hingga bulan Agustus 2012 komposisi jumlah petugas penyuluh pertanian secara nasional adalah sebagai berikut : penyuluh pertanian PNS sebanyak 27.961 orang, penyuluh pertanian tenaga honorer sebanyak 1.251 orang, penyuluh pertanian THL TBPP sebanyak 23.216 orang dan penyuluh pertanian swadaya sebanyak 8.107 orang. Keseluruhan petugas penyuluh sebanyak 60.535 orang ini menyebar pada wilayah yang terdiri dari 72.143 desa se-Indonesia. Jika penyuluh swadaya tidak dihitung karena keterkaitan tugasnya yang bersifat partisipatif maka se-Indonesia masih kekurangan sebanyak 19.715 orang petugas yang bertugas dengan tupoksi seperti Penyuluh Pertanian PNS untuk memenuhi komposisi 1 petugas : 1 desa. Namun jika acuannya adalah kekurangan penyuluh berkualifikasi PNS maka se-Indonesia masih kekurangan petugas sebanyak 72.143 desa dikurangi 27.961 penyuluh petanian PNS : 44.182 orang penyuluh pertanian PNS.

UUSP3K telah membagi secara tegas penyuluh pertanian yang terdiri dari penyuluh pertanian PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh swasta. Berdasarkan ketentuan, THL TBPP bukan penyuluh swadaya maupun swasta karena penyelenggaraan, tata laksana serta pembiayaan honor dan BOP mereka dikelola dan ditanggung oleh Negara. Tetapi THL TBPP juga bukan penyuluh pertanian PNS, karena mereka berstatus tenaga kontrak dan tidak memiliki NIP. Oleh karena itu berdasarkan batasan jenis penyuluh menurut UUSP3K keberadaan dan peran THL TBPP ini perlu dipandang dan diposisikan sebagai petugas pengisi kekurangan atau kekosongan dan bersifat sementara (transisional) ketika penyuluh pertanian PNS belum atau tidak tersedia. Namun satu hal yang pasti adalah mereka menjalankan kewajiban dengan tupoksi dan lingkup kerja yang sama dengan penyuluh pertanian PNS.

UUSP3K juga mengamanatkan pengangkatan dan penempatan penyuluh pertanian PNS (Pasal 20 ayat 2) dengan penekanan bahwa pengangkatan penyuluh pertanian PNS harus mendapat prioritas oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mencukupi kebutuhan tenaga penyuluh PNS (penjelasan Pasal 20 ayat 2).

Hulu Aliran Kebijakan II : Undang-Undang No. 43 Tahun 1999

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 sebagai Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian telah mengamanatkan pengangkatan menjadi PNS secara langsung bagi tenaga-tenaga yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional melalui pengaturan lebih teknis dalam bentuk Peraturan Pemerintah (Pasal 16 A). Untuk menjalankan amanat ini maka Pemerintah telah menerbitkan peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah N0. 43 Tahun 2007 (PP Perubahan Pertama), dan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012 (PP Perubahan Kedua).

Pengertian atau batasan dasar dari Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 adalah sederhana, jernih dan gamblang. Pasal 16 A Ayat 1 : untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan nasional. Penjelasan Pasal 16 A Ayat 1 : persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi PNS dilaksanakan secara sangat selektif bagi mereka yang dipandang telah berjasa dan diperlukan bagi Negara.

Bagaimana Peraturan Pemerintah dengan 2 (dua) kali perubahan di atas menterjemahkan isi kandungan Pasal 16 A beserta penjelasannya ? Berikut ini uraian ringkasan dasar pertimbangan ketiga PP dalam mengatur mekanisme pengangkatan menjadi PNS bagi tenaga-tenaga yang memenuhi pengertian Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 tersebut :

Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2005

PP No. 48 Tahun 2005 dirancang dan dirumuskan untuk mengatur mekanisme pengangkatan langsung menjadi PNS bagi tenaga-tenaga yang memenuhi ketentuan Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 yang dalam kaitan ini disebut tenaga honorer. Ada 2 (dua) ketentuan utama yang dijadikan dasar pertimbangan pengangkatan tersebut : (1)  bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan terdapat pejabat instansi pemerintah mengangkat tenaga tertentu sebagai tenaga honorer, dan (2) bahwa tenaga honorer yang telah lama bekerja dan atau tenaganya sangat dibutuhkan oleh Pemerintah dan memenuhi syarat yang ditentukan dalam PP ini dapat diangkat menjadi PNS.

Pengertian yang terkandung dalam ketentuan pertimbangan tersebut adalah : (1) adanya pengakuan terhadap realitas bahwa demi kebutuhan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan terdapat pejabat instansi pemerintah yang mengangkat tenaga tertentu sebagai tenaga honorer, dan (2) bahwa tenaga-tenaga tersebut telah lama bekerja (pada masa waktu tertentu) DAN ATAU sangat dibutuhkan oleh Pemerintah, yang berarti memenuhi salah satu atau dua-duanya baik ketentuan masa waktu tertentu maupun ketentuan sangat dibutuhkan.

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2007

PP No. 43 Tahun 2007 adalah PP perubahan pertama atas PP No. 48 Tahun 2005. Pengaturan pada PP perubahan ini berpijak pada dasar pertimbangan bahwa berdasarkan hasil evaluasi, beberapa ketentuan mengenai batas usia dengan masa kerja, proses seleksi dan ketentuan lain pada PP No. 48 Tahun 2005 belum dapat dapat menyelesaikan (secara tuntas) pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Untuk itu PP ini telah mengubah beberapa ketentuan terkait pada PP No. 48 Tahun 2005. Namun demikian perubahan tersebut tidak sampai mengubah ketentuan dalam konsideran menimbang PP yang pertama.

Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012

PP No. 56 Tahun 2012 adalah PP perubahan kedua atas PP No. 48 Tahun 2005. Pada bagian pertimbangan PP ini juga menegaskan bahwa dalam implementasi PP perubahan pertama hingga tahun 2009 masih terdapat tenaga honorer yang memenuhi PP No. 48 Tahun 2005 juncto PP No. 43 Tahun 2007 tetapi belum diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Seperti pada PP No. 43 Tahun 2007, perubahan yang dilakukan pada PP No. 56 Tahun 2012 tidak sampai mengubah ketentuan pada konsideran menimbang baik pada PP No. 48 Tahun 2005 maupun pada PP No. 43 Tahun 2007, dengan kata lain ketentuan-ketentuan menimbang pada kedua PP sebelumnya tersebut masih berlaku.   
 
Implementasi Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012

PP No. 56 Tahun 2012 telah menetapkan 4 (empat) kategori tenaga yang memenuhi Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 untuk diangkat menjadi CPNS melalui mekanisme pengangkatan tersendiri. Keempat kategori tersebut adalah : (1) tenaga honorer yang dibiayai dari APBN dan APBD (Kategori I atau K1), (2) tenaga honorer yang dibiayai bukan dari APBN dan APBD (Kategori II atau K2), (3) tenaga dokter yang mengabdi pada daerah terpencil dengan syarat : a. Usia paling tinggi 46 tahun; dan b. Bersedia bekerja pada fasilitas pelayanan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau tempat yang tidak diminati paling singkat 5 (lima) tahun, dan (4) tenaga ahli tertentu/khusus yang dibutuhkan oleh negara tapi tidak tersedia di kalangan PNS dengan syarat : a. Usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun; dan b. Telah mengabdi kepada negara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun pada 1 Januari 2006.

Mekanisme pengangkatan pada masing-masing kategori diatur lebih lanjut pada Permenpan No. 233 Tahun 2012 sebagai perubahan atas Permenpan No. 197 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan CPNS Bagi Jabatan yang Dikecualikan dalam Penundaan Sementara Penerimaan CPNS. Pada Lampiran Permenpan 233 Tahun 2012 Bagian IV tentang Penyelesaian Tenaga Honorer, Dokter pada Daerah Terpencil dan Tenaga Ahli Tertentu/Khusus ditetapkan pengaturan sebagai berikut : (1) Untuk Tenaga Honorer K1 : pengangkatan menjadi CPNS melalui mekanisme Verifikasi dan Validasi Data, (2) Untuk Tenaga Honorer K2 : melalui mekanisme Test Tulis Kompetensi Dasar dan Kompetensi Bidang di antara sesama Tenaga Honorer K2, (3) Untuk Tenaga Dokter pada Daerah Terpencil : melalui mekanisme Alokasi Formasi Khusus, dan (4) Untuk Tenaga Ahli Tertentu/Khusus : melalui mekanisme penerbitan Kepres.

Nah, setelah jelas aliran kebijakannya sampai pada titik ini maka sejumlah pertanyaan kemudian muncul : Apakah PP No. 56 Tahun 2012 sebagai PP Perubahan Kedua atas PP No. 48 Tahun 2005 telah dapat menjawab atau menyelesaikan dengan tuntas persoalan tenaga-tenaga yang bekerja dan memenuhi Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 sebagai hulu aliran kebijakan di atas ? Apakah dasar-dasar pertimbangan di dalam ketentuan menimbang pada PP No. 56 Tahun 2012 telah memenuhi azas pendekatan komprehensif dan menyeluruh sesuai batas waktu evaluasinya yakni tahun 2009 ? Bagaimana dengan tenaga-tenaga yang telah mengabdi pada kepentingan program pemerintah tapi diangkat sebagai tenaga non PNS pada pasca tahun 2005 dan sebelum atau hingga tahun 2009 ? Bagaimana dengan 23.216 jiwa THL TBPP yang termasuk dalam kelompok terakhir tapi memenuhi batasan dasar sebagai “tenaga ahli tertentu/khusus yang dibutuhkan oleh negara tapi tidak tersedia atau tidak cukup tersedia (masih kekurangan) di kalangan PNS” – sesuai batasan dalam Permenpan No. 233 Tahun 2012 ? 

Interpretasi Secara Umum Keterkaitan Aliran Kebijakan Dengan Peluang THL TBPP

Hingga saat ini Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 hingga saat ini masih sah berlaku. Dengan demikian Pasal 16 A sebagai bagian dari substansi UU No. 43 Tahun 1999 masih tetap menjadi landasan legal bagi peraturan-peraturan pelaksana di bawahnya yang menyangkut pengangkatan langsung menjadi PNS bagi tenaga-tenaga yang telah bekerja pada instansi pemerintah yang menunjang kepentingan nasional.

Deskripsi lengkap dan detil tentang rumusan fakta-fakta keberadaan, peran dan fungsi THL TBPP serta keterkaitannya dengan ketentuan-ketentuan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 hingga mekanisme pengangkatan dalam Permenpan No. 233 Tahun 2012 telah disusun dan menjadi dokumen kerja Tim Kajian Hukum Status Kepegawaian THL TBPP – FK THL TBPP NASIONAL. Untuk kepentingan kerja Tim dan demi kelancaran proses yang tengah dan akan berlangsung, tidak semua detil rumusan bisa diungkap ke ruang publik. Namun demikian,    secara umum berdasarkan hasil kajian dengan pendekatan deskripsi tentang fakta-fakta mengenai THL TBPP dapat disimpulkan hal-hal umum sebagai berikut :

1.    THL TBPP memenuhi substansi ketentuan Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 dan oleh karena itu tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa THL TBPP adalah salah satu pewaris sah pasal tersebut dan berhak untuk diakomodasi dalam pengaturan lebih teknis pada peraturan perundang-undangan di bawahnya

2.    Pengangkatan dan keberadaan THL TBPP memenuhi ketentuan konsideran menimbang diktum huruf a pada PP No. 48 Tahun 2005 yang hingga PP perubahan kedua diterbitkan ketentuan ini masih berlaku

3.    Masa kerja dan atau urgensi keberadaan THL TBPP memenuhi salah satu ketentuan  konsideran menimbang diktum huruf b pada PP No. 48 Tahun 2005 yang hingga PP perubahan kedua diterbitkan ketentuan ini masih berlaku

4.    Kesimpulan hasil evaluasi bahwa beberapa ketentuan mengenai batas usia dengan masa kerja, proses seleksi dan ketentuan lainnya belum dapat menyelesaikan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS – pada konsideran menimbang diktum huruf a PP No. 43 Tahun 2007 – berdasarkan hasil kajian Tim Kajian Hukum dipandang masih relevan untuk diterapkan pada dasar pertimbangan PP No. 56 Tahun 2012 dan diharapkan menjadi pintu masuk bagi pengaturan tenaga-tenaga yang memenuhi ketentuan Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 1999 tapi direkrut setelah tahun 2005, termasuk bagi THL TBPP yang direkrut antara tahun 2007 – 2009.

5.    Atas dasar kesimpulan Tim Kajian Hukum Status Kepegawaian THL TBPP – FK THL TBPP NASIONAL bahwa terdapat indikasi kejanggalan di dalam penetapan dasar-dasar pertimbangan pada PP No. 56 Tahun 2012 yang mengakibatkan munculnya ketentuan Pasal-Pasal tertentu yang tidak relevan untuk diterapkan karena tidak berbasis kondisi obyektif, maka Tim Kerja Kajian Hukum bersama-sama Tim Kerja lainnya di bawah koordinasi FK THL TBPP NASIONAL akan mengupayakan langkah-langkah yang dapat mendorong Pemerintah untuk dapat merevisi ketentuan-ketentuan yang dimaksud pada PP No. 56 Tahun 2012.  

Perkembangan Pengawalan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN)

RUU ASN yang mulai dibahas di Komisi II DPR RI sejak kurang lebih setahun sempat menyita perhatian dan harapan para THL TBPP. Bahkan perwakilan THL TBPP pada tingkat Pusat pernah diterima langsung oleh Menteri PAN-RB di Kantor KemenPAN-RB, Jakarta. Saat itu beliau menjelaskan bahwa tenaga-tenaga seperti THL TBPP akan diproyeksikan untuk menempati unsur PTT Pemerintah di dalam pengaturan RUU ASN. Dengan harapan bahwa suatu saat setelah beberapa lama mengabdi menjadi PTT Pemerintah akan muncul mekanisme alih status menjadi PNS, maka teman-teman ini menerima dengan terbuka penjelasan Pak Menteri. Namun seiring berjalannya waktu setelah itu perkembangan pembahasan RUU ASN seperti timbul tenggelam dan sulit untuk diikuti sejauh mana perkembangannya. Pada paruh kedua Pebruari 2013 misteri itu sedikit terkuak. Situs resmi KemenPAN-RB memuat dokumen bertanggal 11 Januari 2013 yang berisi Daftar Isian Masalah (DIM) menyangkut perbedaan beberapa poin ketentuan antara Draft RUU ASN versi DPR RI dan Usulan RUU ASN versi Pemerintah.

Secara umum keseluruhan ketentuan di dalam RUU ASN kedua versi tidak tersirat pengaturan rekrutmen khusus bagi tenaga-tenaga tertentu. Hal ini sejalan dengan penjelasan Pak Menteri PAN-RB di atas bahwa tenaga-tenaga tertentu yang tidak tertampung di dalam PP No. 56 Tahun 2012 akan diarahkan untuk menjadi PTT Pemerintah (istilah dalam RUU ASN versi DPR RI) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK, istilah dalam RUU ASN versi Pemerintah). Nah, yang cukup mengejutkan adalah di RUU ASN versi Pemerintah terselip Pasal 99 A yang menegaskan bahwa PPPK tidak akan diangkat menjadi PNS. Dengan demikian dalam kehendak Pemerintah sudah jelas bahwa PPPK merupakan pegawai tidak tetap dengan status permanen.

Sikap dan Langkah FK THL TBPP NASIONAL Pasca Rakor Yogyakarta, 9 Maret 2013

Menyikapi ketidakjelasan perkembangan terakhir dan merespon dinamika berkembang di kalangan THL TBPP yang menghendaki percepatan langkah, maka FK THL TBPP mengadakan Rapat Koordinasi di Yogyakarta pada tanggal 9 Maret 2013. Rakor ini berhasil menyepakati pembentukan Tim-Tim Kerja dengan fokus dan lingkup kerja masing-masing dengan tetap di bawah koordinasi. Sejak saat itu hingga saat ini dan ke depan Tim-Tim telah dan akan terus bekerja dan saling berkoordinasi. Perkembangan terakhir arah perkembangan kerja Tim-Tim ini telah menyepakati 3 (tiga) hal :

1.    Memperjuangkan implementasi amanat Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) khususnya yang menyangkut penetapan jenis-jenis penyuluh pertanian dan perihal pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS yakni Pasal 20 ayat 2 beserta penjelasannya.

2.    Memperjuangkan implementasi amanat Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Pasal 16 A dengan berpijak pada kondisi obyektif dan mencerminkan keadilan sesuai dengan perkembangan mutakhir dengan mendorong revisi terhadap beberapa ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2012 yang menghalangi terakomodasinya tenaga-tenaga yang dibutuhkan oleh Negara tapi tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di kalangan PNS - yang direkrut setelah tahun 2005.

3.    Memperjuangkan THL TBPP melalui pendekatan terpadu dan saling melengkapi antar Tim Kerja agar komunitas tenaga penyuluh kontrak ini mendapatkan ruang pengaturan untuk dapat diangkat menjadi Penyuluh Pertanian PNS melalui mekanisme kebijakan khusus seperti Kepres atau Perpres.

Harapan Kepada Pemerintah

Bagi siapa saja yang mengikuti dan mencermati sejarah keberadaan THL TBPP sejak awal direkrut pasti bersepakat bahwa para penyuluh berstatus kontrak ini adalah produk kebijakan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I yang kemudian tetap dilanjutkan hingga periode KIB II yang hampir memungkasi masa kerjanya pada tahun 2014. Sebuah produk kebijakan bisa dianggap berhasil salah satunya dari indikator bagaimana penanganan akhir terhadap produk dimaksud. Jelasnya, untuk THL TBPP adalah bagaimana Pemerintah c.q segenap Kementerian Terkait mampu secara terkoordinasi memberikan jalan penyelesaian terbaik terhadap masa depan THL TBPP setelah masa waktu Kabinet ini berakhir.

Dengan membaca peta aliran kebijakan yang telah dipaparkan di atas kita berharap agar Kementerian Pertanian, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Badan Kepegawaian Negara dan bahkan bila perlu Menko Perekonomian bisa berkordinasi dan bersinergi untuk memberi ruang dan kesempatan yang adil dan patut bagi pengaturan kejelasan status kepegawaian THL TBPP. Jika diperlukan kita sangat berharap Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dapat turun tangan untuk mendorong percepatan penanganan penyelesaian status kepegawaian THL TBPP. Bagaimanapun Bapak Presiden telah mengenal siapa THL TBPP dan telah pernah memberikan stressing khusus kepada Mentan dan MenPAN-RB untuk mengatur sebaik-baiknya penanganan pasca kontak bagi THL TBPP untuk status kerja yang lebih baik.

Tekad komunitas THL TBPP telah bulat untuk tetap dan terus mengawal implementasi UUSP3K dan Undang-Undang terkait demi tersambungnya generasi penyuluh pertanian yang kuat dan adaptif dengan perkembangan teknologi komunikasi mutakhir yang harus menjadi basis baru proses-proses penyebaran informasi dan teknologi kepada para pelaku (petani).

Harapan Kepada Segenap THL TBPP se-Indonesia

Paparan ini bagaimanapun juga perlu disampaikan – meski tidak seluruh detil – kepada teman-teman THL TBPP se-Indonesia untuk menyamakan persepsi dan pemahaman menyangkut peta problematika yang kita hadapi bersama untuk kemudian menjadi landasan pengaturan langkah bersama yang terkoordinasi.

Waktu efektif kita bersama dalam mengawal program-program Pemerintah di bidang pertanian tidak sampai 2 (dua) tahun penuh. Setelah itu apa yang akan terjadi dengan nasib kita selanjutnya tidak ada pihak yang berani menjamin. Kita semua ibarat anak panah yang terpasang pada busur dan dikendalikan oleh sepasang tangan. Kita tidak tahu pasti ke arah mana kita hendak dibidikkan. Oleh karena itu satu-satunya jalan bagi kita adalah mengupayakan langkah menjemput bola dengan pertimbangan sejauh masih dapat dilakukan baik dari aspek teknis, konsepsi maupun aspek dukungan lainnya. Ketika perwakilan teman-teman di tingkat Pusat (FK THL TBPP NASIONAL) dengan dukungan Tim-Tim Kerja yang telah dibentuk – telah berupaya maksimal merancang dan mengarahkan segenap potensi demi pencapaian sebuah tujuan – yakni tujuan besar kita bersama, maka kini terpulang kepada segenap THL TBPP se-Indonesia untuk memberikan dukungan penuh lewat koordinasi secara berjenjang dan struktural via FK THL TBPP Kabupaten/Kota dan FK THL TBPP Provinsi masing-masing.

Man jadda wa jadda. 
Read more...