Pages

Banner 468 x 60px

.

15 Jul 2013

Di Mana Posisi THL TBPP Dalam RUU ASN ?

7 komentar
Bedah RUU ASN : Tepatkah Pengelompokan Pegawai ASN Diterapkan Secara General ?

Pengantar

Pembahasan RUU ASN kini memasuki tahap yang menentukan. Setelah tuntas pembahasannya di Kabinet, bagaimana proses selanjutnya : apakah akan langsung disahkan oleh Presiden atau masih melalui proses pembahasan terakhir di DPR ? Sebagai calon Undang-Undang baru tentang kepegawaian publik perlu tahu ke mana arah kebijakan tentang kepegawaian berdasar konsepsi RUU ASN. Publik perlu berpendapat dan mengajukan keberatan bila perlu, bilamana didapatkan ketentuan atau beberapa ketentuan yang merugikan kelompok sebagai bagian dari publik yang akan bersentuhan dengan ketentuan-ketentuan dalam RUU tersebut. Begitu pula dengan komunitas THL TBPP, tentu sangat berkepentingan dengan ikhwal pemberlakuan RUU ASN ini nantinya. Berikut ini kami sajikan sebuah pandangan yang menkritisi beberapa ketentuan di dalam RUU ASN khususnya yang berkenaan dengan pengelompokan pegawai ASN yakni PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam kaitannya dengan kemungkinan posisi THL TBPP.

Pemerintah akhirnya menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang  tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). RUU yang sejak 2 tahun lalu mulai dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR ini merupakan RUU Inisiatif Komisi II DPR RI. Berikutnya pembahasan masih akan berlanjut di pihak DPR RI.

Secara umum RUU ASN bertitik tolak dari semangat perubahan dalam kerangka reformasi birokrasi. Menurut Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (WamenPAN-RB) Eko Prasodjo perubahan yang dimaksud tidak hanya meliputi sistem, struktur, dan manajemen SDM, tetapi juga perubahan budaya, pola pikir, dan perilaku birokrasi itu sendiri.

Eko Prasodjo lebih lanjut menjelaskan perubahan tersebut meliputi pertama : penanaman budaya kinerja dan budaya pelayanan, kedua : cara pandang terhadap PNS sebagai sebagai sebuah profesi yang memiliki standar pelayanan profesi, kode etik profesi, dan pengembangan kompetensi profesi, ketiga : mereduksi atau mengikis  gejala pengaruh politik, hubungan kekerabatan, hubungan ekonomi, dan berbagai relasi lain dalam manajemen SDM serta keempat : menegakkan integritas dan mencegah terjadinya perilaku menyimpang dalam birokrasi.
Tentu semangat besar yang positif tersebut perlu mendapat dukungan nyata demi tercapainya tujuan dasar penyusunan RUU ASN tersebut yakni menempatkan pegawai ASN sebagai sebuah profesi yang harus memiliki standar pelayanan profesi, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku profesi, pendidikan dan pengembangan profesi, serta memiliki organisasi profesi yang dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi.

Pertanyaannya adalah apakah kerangka dan substansi keseluruhan dari RUU ASN tersebut telah siap dan tepat untuk menjalankan misi perubahan dengan tujuan sebagaimana telah diuraikan di atas ? Bagaimana potensi hubungan antara RUU ASN dengan Undang-Undang lain yang terkait dengan kepegawaian dan sistem kelembagaan pemerintah pada bidang tertentu ? Apakah semua ketentuan yang ada di dalam RUU ASN telah dijamin tepat untuk diterapkan secara umum (general) tanpa memperhatikan kekhususan pada bidang-bidang tertentu tersebut ?

Pembagian Kelompok Pegawai Menurut RUU ASN

Pada bagian lain WamenPAN-RB mengatakan untuk memperkuat sistem merit dalam birokrasi, pegawai ASN kelak akan terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dengan basis utama kompetensi, kompetisi, dan kinerja. Namun yang perlu dicatat adalah penjelasan selanjutnya bahwa berbeda dengan istilah pegawai honorer atau pegawai tak tetap pada masa sebelumnya, PPPK tidak dapat diangkat menjadi PNS.

Hal ini sejalan dengan keterangan MenPAN-RB, Azwar Abukabar bahwa dalam RUU ASN tidak ada lagi tenaga honorer dan semacamnya, yang ada hanya 2 bentuk yakni PNS dan PPPK. Dari keterangan ke-2 pimpinan Kementerian PAN-RB tersebut menjadi jelas bahwa semangat Pemerintah cq Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam konsepsi Undang-Undang Kepegawaian baru bernama RUU ASN tersebut adalah “mengurung” tenaga-tenaga tertentu yang telah mengabdi pada negara dengan menempatkan mereka pada wadah bernama Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), apalagi jika pasal sisipan 99 A benar-benar ditetapkan keberadaannya.

Kelembagaan Penyuluhan dan Penyuluh Menurut Undang-UndangNo. 16 Tahun 2006

Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) telah menata dan membagi kelembagaan penyuluhan dalam tiga jalur yakni kelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta dan kelembagaan penyuluhan swadaya. Pada kenyataannya hingga saat ini kelembagaan penyuluhan yang tertata dariPusat hingga Kecamatan barulah kelembagaan penyuluhan pemerintah. Itupun pada beberapa lini belum semua terwujud sesuai bentuk yang digariskan Undang-Undang. Sejalan dengan pembagian kelembagaan penyuluhan tersebut UUSP3K juga telah menetapkan 3 jenis penyuluh yakni : 1. Penyuluh PNS, 2. Penyuluh Swasta, dan 3.Penyuluh Swadaya.

Untuk bidang penyuluhan pertanian, saat ini kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah memiliki personil Penyuluh Pertanian PNS sebanyak 27.697 orang. Mengingat jumlah desa di Indonesia adalah sebanyak 72.143 desa maka jumlah kekurangan Penyuluh PNS adalah sebanyak 44.446 personil. Kekurangan ini sebagian diisi oleh Penyuluh Pertanian Honorer sebanyak 1.251 personil dan sebagian lagi dalam jumlah relatif besar diisi oleh Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP) sebanyak – jumlah saat ini – 21.585 personil. Penambahan tenaga penyuluh dari THL TBPP ini merupakan wujud dukungan Pemerintah Pusat yang merekrut tenaga kontrak tersebut pada tahun 2006 – 2008 yang selanjutnya diperbantukan pada lembaga penyuluhan  di Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Sebagai petugas penyuluh yang melaksanakan tugas pada jalur kelembagaan penyuluhan pemerintah, maka THL TBPP ini memiliki tupoksi dan beban kerja yang sama dengan Penyuluh Pertanian PNS. Dalam kerangka hukum dan dasar kebijakan UUSP3K mestilah tenaga penyuluh THL TBPP ini dipandang sebagai tenaga penyangga strategis yang bersifat transisi akibat kekurangan petugas Penyuluh Pertanian PNS. Setelah 5 – 7 tahun mengabdi mestinya juga ada penanganan yang memperjelas status kerja mereka sesuai dengan kerangka dan substansi UUSP3K.

Maka atas kesadaran kolektif bahwa menjadi hak mereka untuk memperjuangkan status kerja yang jelas dan dengan pemahaman bahwa memperjuangkan aspirasi merupakan hak yang dilindungi oleh Undang Undang Dasar 1945 dan diatur secara teknis di dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998, maka sekitar 7000 – 10.000 THL TBPP se-Indonesia datang dan berkumpul di sebuah ruang kosong di depan Pintu Utama Monumen Nasional Jakarta, 27 Juni 2013 untuk menyuarakan aspirasi mereka. Penyampaian aspirasi yang mereka namakan Aksi Kebulatan Tekad THL TBPP se-Indonesia ini, langsung mendapat perhatian Pemerintah. Sepuluh perwakilan THL TBPP pada aksi tersebut diminta datang ke Kantor Sekretariat Negara. Setelah pada kesempatan pertama mereka diterima dan berdialog dengan Kepala Bidang Organisasi Kemasyarakatan Setneg, beberapa menit kemudian para wakil THL TBPP ini diarahkan untuk berdialog langsung dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) dan Menteri Pertanian (Mentan).

Nasib dan Kejelasan Masa Depan THL TBPP di Ambang Waktu Pemberlakuan RUU ASN

Dalam dialog tersebut para wakil THL TBPP memaparkan aspirasinya secara jelas dan gamblang bahwa mereka menginginkan status kepegawaian yang pasti dalam bingkai hukum UUSP3K yakni status Penyuluh Pertanian PNS, sebuah posisi dimana mereka secara defacto telah mengemban dan menjalankan tugas-tugas serupa selama ini, dengan landasan pelaksanaan Pasal 16A UU No. 43 Tahun 1999.

Namun dalam tanggapannya MenPAN-RB mengatakan THL TBPP harus mengikuti prosedur test untuk bisa menempati posisi formasi Penyuluh Pertanian PNS. Bagi yang tidak memenuhi ketentuan atau tidak lolos seleksi test tersebut akan diarahkan ke dalam wadah PPPK. Di sinilah kebuntuan dialog itu terjadi.THL TBPP masih tetap dalam keyakinan dan pemahaman bahwa berdasarkan ketentuan UUSP3K dan dasar implementasi Pasal 16 A UU No. 43 Tahun 2013 mereka berhak untuk diarahkan langsung ke formasi Penyuluh Pertanian PNS. Sementara MenPAN-RB tetap bersikukuh bahwa era pengangkatan langsung sudah usai dengan terbitnya PP No. 56 Tahun 2012 yang hanya berlaku untuk 4 kategori yang semuanya berbasis batas waktu perekrutan sebelum tahun 2005, sementara THL TBPP direkrut antara tahun 2006/2007 – 2008/2009.

Beberapa Aspek Penting yang Perlu Mendapat Perhatian Lebih MenPAN-RB

1.     Pada era akhir 1990-an hingga pertengahan 2000-an banyak sekali terjadi perekrutan tenaga honorer di umumnya lembaga pemerintah di daerah, terutama tenaga guru. Hal sebaliknya yakni penyusutan jumlah terjadi pada petugas penyuluh pertanian. Puncak penyusutan jumlah penyuluh pertanian terjadi pada tahun 2007 di mana hanya ada 24.908 petugas penyuluh pertanian PNS pasca diberlakukannya UU Otonomi Daerah. Atas dasar itulah kemudian direkrut sekitar 25.000 THL TBPPse-Indonesia. Maka dalam hal ini patut menjadi keheranan kenapa pihak KemenPAN-RB tetap bersikukuh pada patokan waktu tahun 2005 sehingga THL TBPP terlewat dari pengaturan pengangkatan langsung menjadi PNS pada PP 56 Tahun 2012 ?

2.     Berdasarkan substansi ketentuan THL TBPP jelas memenuhi Pasal 16 A ayat 1 yang kemudian diperkuat lagi oleh ketentuan jenis penyuluh pada Pasal 20 ayat 1 dan ketentuan pengangkatan penyuluh PNS pada Pasal 20 ayat 2 dan penjelasannya pada UUSP3K. Jika kemudian THL TBPP yang sudah mengabdi 5 – 7 tahun dan pada saat perekrutannya telah melalui mekanisme test tulis secara nasional, maka masa pengabdian selama sekian tahun dan standar perekrutan test tulis secara nasional tersebut tidak memiliki nilai positif sedikitpun dalam pandangan pihak KemenPAN-RB.

3.     Masih perlu kajian mendalam apakah penerapan pembagian pegawai ASN nantinya ke dalam kelompok PNS dan PPPK akan tepat bila diterapkan pada kelembagaan pemerintah tertentu seperti kelembagaan penyuluhan pertanian ? Jika dalam satu atap kelembagaan penyuluhan pertanian terdapat 2 kelompok penyuluh dengan tupoksi dan beban kerja yang sama, tapi yang satu berstatus PNS dan yang lain PPPK – yang tentunya dengan hak-hak yang berbeda, bukankah dalam jangka panjang akan memunculkan sekat psikologis secara nyata dan implikasinya tentu tidak akan sederhana ?

4.     Pemunculan tenaga penyuluh dengan wujud PPPK secara permanen di dalam kelembagaan penyuluhan pemerintah dengan sendirinya akan bertentangan ketentuan jenis penyuluh sebagaimana diatur di dalam UUSP3K. UUSP3K adalah dokumen negara yang legal dan sah serta masih segar berlaku hingga saat ini, sementara RUU ASN baru bersifat rancangan. Oleh karena itu wajar bila beberapa ketentuan di dalam RUU ASN khususnya pengelompokan pegawai patut dan perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan tertentu yang terkait di dalam UUSP3K.

Pemerintah bersama DPR masih perlu mengkaji lebih mendalam dan lebih serius menyangkut hal-hal khusus semacam ini jika memang RUU ASN akan diarahkan untuk membangun SDM Pemerintah yang profesional dan sekaligus memiliki jiwa kesatuan yang kuat. Dalam hal ini Kementerian Pertanian dan komunitas THL TBPP yang secara nyata merupakan tenaga penyangga utama kegiatan penyuluhan pertanian dalam jumlah yang signifikan untuk mendukung dan melengkapi tugas-tugas Penyuluh Pertanian PNS selama 5 – 7 tahun terakhir ini, perlu dilibatkan dan didengar suaranya secara jernih dan obyektif dalam pembahasan-pembahasan yang menyangkut ketenagaan penyuluh pada jalur kelembagaan penyuluhan pemerintah.

Terakhir, pemerintah masih menyisakan pekerjaan yang belum dirampungkan terkait implementasi UUSP3K yakni menyangkut ketentuan Pasal 40 Bab XIII Ketentuan Penutup, di mana Pasal tersebut menyebutkan : “Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”. Peraturan pelaksanaan tersebut tentu wajib mengatur teknis segala ketentuan yang ada di UUSP3K termasuk diantaranya amanat memprioritaskan pengangkatan penyuluh PNS demi memenuhi kekurangan kelompok tenaga tersebut di lapangan sesuai Pasal 20 ayat 2.

Nah, jika UUSP3K diterbitkan atau disahkan pada tanggal 15 Nopember 2006 oleh Presiden kemudian diundangkan pada hari yang sama oleh Menkum dan HAM, maka batas penetapan peraturan pelaksanaan tersebut seharusnya berada pada titik waktu 15 Nopember 2007. Sekarang, hari ditulisnya catatan opini ini adalah tanggal 12 Juli 2013. Berarti sudah sangat lama (hampir 7 tahun) keterlambatan itu berlangsung.

Sumber: Bedah RUU ASN, Tepatkah Pengelompokan Pegawai ASN Diterapkan Secara General ?
OPINI Kompasiana – Penulis : Nur Samsu – THL TBPP Jawa Timur

Penulis adalah Koordinator Tim Kajian Hukum Status Kepegawaian THL TBPP pada FORUM KOMUNIKASI THL TBPP NASIONAL dan Anggota Bidang Advokasi dan Hukum FORUM KOMUNIKASI THL TBPP JAWA TIMUR

Penutup
Di dalam Buku Pedoman Penggunaan Dana Dekonsentrasi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian  TA 2013 Bab V Butir 45 disebutkan bahwa : "Penyelesaian Peraturan Presiden Tindak Lanjut UU No. 16/2006 dan Peraturan Lainnya"(Halaman 49 Dokumen Pusluhtan BPPSDMP Kementan)

Semoga saja Perpres yang dimaksud sedang dalam tindak lanjut penyelesaian oleh Pihak BPPSDMP/Pusluhtan Kementan dan semoga peraturan pelaksanaan serupa menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan ketenagaan penyuluh dan pengadaannya segera ditetapkan - sesuai ketentuan Pasal 20 ayat 2 UUSP3K beserta penjelasannya. Sekali lagi Pasal berisi amanat untuk memprioritaskan pengangkatan Penyuluh Pertanian PNS untuk mencukupi kekurangannya yang hingga saat ini menunjuk angka sekitar 44.446 formasi jika dihitung dengan jumlah desa di seluruh Indonesia. Tentu saja kita berharap, sebagaimana disampaikan Menteri Pertanian Suswono pada saat dialog 27 Juni 2013 dengan perwakilan THL TBPP bahwa Kementan mendukung dan mendorong pengangkatan Penyuluh Pertanian PNS dengan memprioritaskan THL TBPP. Mari kita kawal bersama untuk memastikan arah garis kebijakan bisa bergerak sesuai kerangka hukum UUSP3K. 
Banyak agenda penting yang perlu kita kawal depan yang membutuhkan totalitas dukungan, sikap positif dan kebersamaan yang kukuh dari teman-teman THL TBPP se-Indonesia. Untuk itu mari kita serap bersama ruh dan atmosfer Ramadhan ini dan dengan iringan munajat kita lantunkan doa dan harapan agar mimpi kita semua demi kejelasan status kerja yang pasti akan segera terwujud. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Selamat Menunaikan Ibadah Shaum Ramadhan


taken by Khairdin Pramana Jaya

7 komentar:

Anonim mengatakan...

slmt berjuang temen2.

Anonim mengatakan...

hidup fk thl tbpp, semoga kita nantinya bisa jaya dan dapat memakmurkan petani

dr, iwan chandra , thl tbpp kec, jenamas kab, barito selatan, kalimantan tengah

Anonim mengatakan...

Lanjutkan perjuangan teman2 se indonesia, kita berjuang jangan setengah-tengah, berjuang terus dan bekerja terus dengan semangat yang pantang putus asa.

taufiq Nurung mengatakan...

Maju truss pantang mundur....semangat slalu u/ berjuang...

Anonim mengatakan...

TAWAKAL DAN TETAP BERDOA,sbab berjuang memang perlu pengorbanan.....smoga cepat di bukakan jalan kemudahan tuk sebuah cita mulia....sgala upaya tlah kt lakukan.....akan kah pemerintah selalu menutup hati......TETAPKAN LANGKAH DI GARDA PEJUANG PANGAN...LANTUNKAN DOA UNTUK MENYONGSONG THL- TBPP BERSTATUS PNS,BUKAN YANG LAIN.......Budyscy/wk-kepoh

Unknown mengatakan...

Terimakasih atas infonya

irhamabdulazis271.student.ipb.ac.id

Unknown mengatakan...

Saya yakin siapapun akan dapat melihat bahwa penyuluh, khususnya THL-TBPP adalah tidak hanya sebuah pekerjaan atau profesi, namun lebih dari itu penyuluh merupakan tokoh sentral perubahan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan bahkan mengangkat harkat, martabat dan kehormatan dimana mereka bertugas maupun dilingkunganya. jadi penyuluh tidak hanya bermanfaat secara administratif seperti jabatan-jabatan lain, melainkan lebih dan sangat reel eksistensinya.

Posting Komentar